Dok. Ilustrasi |
BANTEN | Aktivis PMII Banten menyebut soal maraknya peredaran Pil Koplo di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tidak lepas dari oknum APH yang menerima setoran (jatah-red) dari pelaku.
"Jika di Kabupaten Lebak ada 14 toko seperti yang disampaikan, maka kami duga adanya koordinasi kepada oknum APH," kata Tians melalaui keterangannya, Kamis (12/12).
Karena, kata Tians, tidak mungkin pelaku berani terang terangan membuka toko, apalagi sampai 14 toko. Tentunya kata dia, sudah adanya pengondisian ke oknum Aparat Penegak Hukum, sehingga pelaku bebas menjual obat-obatan terlarang itu.
"Jika benar demikian, tentunya kami sangat menyangkan kepada Jajaran Polres Lebak. Membiarkan pelaku merusak generasi muda kita," tandasnya.
"Untuk itu, kami PMII meminta Kapolda Banten agar menindak oknum anggotanya yang terlibat memberi ruang kepada pelaku pengedar obat obatan tersebut," tegasnya.
Untuk diketahui, dari data yang diperoleh Redaksi, di wilayah Kabupaten Lebak terdapat 14 titik Toko yang diduga menjual obat obatan terlarang yang dilakukan warga Aceh bernama Aldi yang melibatkan warga Kabupaten Lebak bernama Eric.
Berita terkait: https://www.serangtimur.co.id/2024/12/gila-ada-14-toko-jual-pil-koplo-di.html
Seyogyanya Kapolres Lebak AKBP Suyono tegas terhadap pelaku yang sengaja mengedarkan obat-obatan terlarang Jenis Tramadol dan Heximer tersebut di wilayah Kabupaten Lebak.
Jika satu toko bisa menjual 1000 butir setiap hari, bayangkan saja untuk 14 Toko. Anak muda di Kabupaten Lebak akan hancur masa depannya oleh pengaruh obat-obatan itu.
Untuk diketahui, pelaku pengedar dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan untuk Pengedar bisa dikenakan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UU No 8 tahun 1999) dan jika merujuk pada Pasal 197 dan 198 Undang-undang Kesehatan, pengguna yang meracik sendiri tanpa keahlian bisa di Pidana.
Sementara pada Pasal 197 berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan yang tidak memiliki Izin Edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dipidana dengan Pidana penjara paling lama 15 tahun dan Denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Kemudian pada Pasal 198, Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan Praktik Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana Denda paling banyak Rp 100 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar