Dok. Istimewa |
JAKARTA | Sebagai negara penghasil terbesar nikel, batubara, dan timah, dan saat ini sudah melakukan hilirisasi pemerintah memastikan mukau bulan Oktober mendatang akan menentukan sendiri harga komoditas tersebut.
Informasi ini disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadahlia dalam Dialog Muktamar VII KB PII, di Hotel Sahid, Jakarta, Sabtu (14/9) sore.
Diakui Bahlil banyak pemain yang coba-coba menghambat keputusan Pemerintah RI itu. Tapi pemerintah sudah akan berketetapan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
"Kata Presiden Jokowi negara kita ini berdaulat penuh, kalau keputusannya digugat di forum internasional kita hadapi," ungkap Bahlil.
Ketua Umum Partai Golkar itu memastikan pemerintah juga tidak akan mundur dari kebijakan hilirisasi sumber daya alamnya. Karena terbukti telah meningkatkan nilai ekspor hasil tambang Indonesia.
"Naiknya itu 10 kali lipat dari sebelum hilirisasi," jelas Bahlil.
Masalah Perbankan
Terkait kritik yang menyebut uang hasil ekspor hasil tambang tidak masuk ke tanah air, Bahlil menjelaskan hal itu terkait dengan masalah pemberian kredit yang diberikan perbankan asing.
Ia menjelaskan 85 persen pemegang IUP itu WNI tetapi 85 persen pemilik smelter adalah orang asing. Mereka ini mendapatkan pinjaman kredit ekspor dari perbankan asing, sehingga uang hasil ekspor hasil tambang mesti disetor dulu ke perbankan asing.
Tetapi, lanjut Bahlil, itu tidak lama. Selanjutnya setelah dipotong pembayaran kredit devisa ekspor hasil tambang itu akan masuk ke tanah air.
Sementara terkait banyaknya pihak asing yang membangun smelter, Bahlil mengkritik perbankan nasional yang lebih mudah memberi kredit ke investor asing, dengan bunga lebih rendah dan masa pengembalian yang lebih fleksibel.
Dalam dialog Muktamar VII KB PII itu hadir juga Menko PMK Muhadjir Effendy, tokoh PII Abdullah Puteh, Anggota Komisi X Prof Zainudin Maliki dan Ali Mohtar Ngabalin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar