Foto: Lapak kencingan BBM Ilegal jenis solar bersubsidi yang berada di Gerem, Kecamatan Gerogol, Kota Cilegon, Provinsi Banten. (Dok/Zami) |
SERANG | Praktik penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar kian marak di Kota Cilegon, mereka para pelaku terkesan kebal hukum, seperti halnya lapak yang diduga kuat menjadi tempat "kencingan" BBM Subsidi jenis solar tersebut berada di Gerem, Kecamatan Gerogol, Kota Cilegon.
Dari pantauan wartawan dilokasi lapak penimbun BBM Subsidi jenis solar ini, nampak berbagai macam kendaraan besar dengan Plat nomor polisi (nopol) dari luar daerah keluar masuk lapak itu.
"Ini lapak solar milik Daeng, sihombing, saya disini kerja, bosnya gak ada disini biasanya bos ada dikantor," kata salah seorang pegawai di lapak solar itu, Selasa (9/7/24).
Pegawai di lapak Kencingan BBM Ilegal jenis solar itu juga mengatakan untuk hari ini kendaraan yang masuk ke lapak tersebut lumayan ramai.
"Ya untuk mobil yang masuk rame, kegiatan ini sudah cukup lama" kata dia.
Selain disebutkan ramai kendaraan yang masuk untuk mengencingkan solar, pegawai bernama itu, menegaskan jika lapak BBM tersebut dikatakan sudah aman dan meminta kepada wartawan agar menjaga komunikasi.
"Kalau mau kasini komunikasi saja pak," ucapnya seraya memberikan nomor telepon kepercayaan Bos Daenk bernama Santo.
Kendati demikian, keberadaan lapak yang diduga kuat tempat penimbun solar bersubsidi ini sudah diketahui banyak pihak, namun sepertinya lapak ini tidak terjamah APH atau tahu namun tutup mata.
Untuk diketahui, soal usaha ataupun penggunaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi khususnya terhadap kebutuhan industri tentunya mengacu pada standar peraturan perundang-undangan yakni UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Menyatakan perbuatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan usaha niaga tanpa Izin.
Disebutkan bahwa selain kejelasan tentang izin usaha angkutan (Transportir), izin usaha Niaga Umum yang mengacu kepada bahan baku ataupun hasil produksi minyak bagi ketersediaan barang tersebut.
Artinya, bukan berasal dari barang kebutuhan subsidi yang dikumpulkan melalui 'cara-cara miring' atau modus tertentu si pengusaha kemudian dikemas menjadi barang kebutuhan industri lewat hadirnya dokumen lengkap pengiriman seakan-akan resmi dan tak bermasalah.
Sementara pada Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar