Foto: Ilustrasi |
SERANG | Kasus Likuidasi yang menjerat tersangka korupsi presiden Bank Harapan Sentosa (BHS) almarhum Hendra Raharja senilai 1, 9 Triliun rupiah hanyalah menyisakan cerita di balik berita dari berbagai surat kabar pada masa itu.
Penyitaan aset kekayaan BHS berupa ratusan hektare tanah di wilayah Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang hanya tercatat di Kejaksaan RI sebagai daftar sita Negara. Namun pada kenyataannya, sejak tahun 2002 hingga saat ini tidak jelas.
Dan celakanya lagi, tanah tanah tersebut kini sudah banyak yang di jadikan bacakan oleh para oknum mafia tanah, mulai dari orang kepercayaan BHS hingga beberapa oknum kepala Desa, bahkan satu orang Jaksa berinisial HLM harus mendekam di penjara akibat kasus ini.
Rentetan kasus bank BHS tidak bisa begitu saja hilang, sebab, uang 1,9 Triliunan itu adalah uang rakyat. Sehingga semestinya Negara dapat menyelesaikan persoalan yang sudah hampir 20 tahun lamanya berlalu.
Dari beberapa fakta dan sumber di lapangan, pada tahun 1990-1991 adanya beberapa perusahaan di bawah perintah Bos BHS, yang telah membebaskan ratusan hektare tanah seperti PT. Inti Mitra Sukses Jaya, PT. Inti Bangun Adi Pratama, PT. Eka Sapta Dirgantara.
Pihak yang memiliki kewenangan dalam pembelian tanah tanah tersebut, yakni Wahib, Rahmat Santosa, Gunawan, Jhon Halim, Djoko Sutikno dan Pudji Raharjo. Yang mana tanah yang dibeli langsung dari masyarakat tersebut sudah dibuatkan Surat Pelepasan Hak (SPH) dan merupakan milik perusahaan dan tidak dapat di jual belikan kembali.
Namun, dari fakta dilapangan, tanah aset yang masuk dalam daftar pengawasan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dan Pusat Pemulihan Aset Kejagung RI dalam kasus likuidasi Bank BHS, telah berpindah tangan, baik di wilayah Desa Dukuh, Undar Andir, Kramatjati dan Pematang.
AD, salah satu yang diduga sebagai oknum mafia tanah dengan leluasa menjual aset aset milik BHS. Yang mana, seperti yang katakan alhi waris almarhum Hendra Raharja, bahwa AD alisa Apuy merupakan orang suruhan untuk mencari aset aset tersebut dengan di bekali data SPH asli.
"AD itu memalsukan data, dan justru (dia-red) kemudian membalik namakan dengan modal SPH atas nama dirinya. Sehingga dia (AD) dengan leluasa kembali menjual tanah tahah itu, baik secara perorangan maupun secara besar-besaran dengan melakukan pembebasan lahan kembali," aku BH, beberapa waktu lalu.
Hasil penelusuran serangtimur.co.id, hampir di semua data aset Bank BHS di tiga Desa di Kecamatan Kragilan, seperti Kramatjati, Dukuh dan Undar Andir sosok AD sangat di kenal, bahkan AD diduga telah merekrut calo-calo tanah untuk menjual aset milik BHS.
Salah satunya AJB nomor 36/2016, atas nama AD, yang diduga cacat hukum, menyusul adanya putusan PN Serang nomor 107/Pdt.G/2021/PN Srg, yang menyatakan jika tanah blok 007 Kohir 0074.0 sesuai C. 532/137 Persil 63-III adalah milik Ali Asgar dan sudah dilepaskan kepemilikannya kepada Hendra Raharja dan masuk daftar Sita Kejagung RI No. 118.
Dengan banyaknya pengalihan hak dari tanah tanah milik Bank BHS, jelas, dan diduga Negara telah lalai dalam menjaga aset aset tersebut, yang mana kerugian negara sebesar 1,9 Triliun justru kini dinikmati para mafia tanah.
Untuk itu, diharapkan Negara segera mengambil sikap dan menangkan para oknum mafia tanah yang diduga telah melakukan pemalsuan dokumen, menjual asat sitaan Negara milik BHS agar dapat mengembalikan kerugian negara sebesar 1,9 triliun.
[Redaksi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar