Dok. Istimewa |
SERANG | Untuk menjaga penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2022/2023, khususnya untuk sekolah-sekolah negeri baik SMA/Aliyah/sederajat, SMP/Tsanawiyah/sederajat, dan SD/Ibtidaiya/sederajat, agar sungguh-sungguh merefleksikan nilai objektif, transparan, akuntabel, dan non-diskriminatif, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan, menyerukan kepada seluruh pihak agar bersama-sama menjaga integrita pelaksanaan PPDB.
"Tidak akan ada harga dan artinya Permendikbud, Pergub, Peraturan Kepala Dinas mengenai juklak/juknis PPDB jika para pihak, mulai dari penyelenggara (Dinas serta satuan Pendidikan/sekolah terkait), pimpinan lembaga-baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Baik vertikal maupun daerah, aparat penegak hukum, penggerak dan penggiat organisasi masyarakat, serta media massa, tidak memiliki komitmen untuk bersama-sama menjaga dan mengawal PPDB agar terbebas dari intervensi, intimidasi, atau upaya-upaya lain yang dapat merusak kemurnian PPDB itu sendiri," ujar Dedy dalam keterangan persnya, Minggu (22/5/2022).
Dedy mengingatkan, seruan ini pada dasarnya selalu digaungkan Ombudsman setiap tahun pada pelaksanaan PPDB. Sebab, dari hasil pengawasan dan temuan Ombudsman, selain permasalahan pada sistem PPDB yang antara lain mencakup aplikasi, server, jaringan, dan lain sebagainya, ataupun kelemahan pada desain regulasi, dukungan anggaran, peningkatan kompetensi SDM yang minim, mekanisme layanan dan tindak lanjut laporan/pengaduan yang lemah, serta persiapan yang kurang memadai dan seterusnya, permasalahan yang kerap menjadi hantu yang merusak PPDB adalah adanya intervensi, intimidasi, pungli, suap/gratifikasi kepada para penyelenggara PPDB.
"Kelebihan Daya Tampung"
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin, pada kesempatan yang sama mengemukakan, salah satu temuan Ombudsman Banten atas penyelenggaraan PPDB tahun lalu, khususnya pada PPDB tingkat SMA/SMK/SKh, adalah pelanggaran terhadap ketentuan daya tampung atau kapasitas (kuota) siswa yang diterima oleh sekolah.
"Untuk diingat bersama, daya tampung ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat, dalam hal ini misalnya PPDB SMA/SMK/SKh ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, untuk memastikan bahwa sekolah dapat memenuhi SPM (standar pelayanan minimal) jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau kelas yang dimiliki oleh sekolah sebagaimana diatur oleh Kementerian Pendidikan," urai Zainal seraya menyampaikan bahwa norma yang sama juga dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan di tiap Kabupaten/Kota.
Faktanya, lanjut Zainal, sesuai hasil investigasi khusus Ombudsman Banten, ketentuan daya tampung ini seperti diabaikan mayoritas SMA dan SMK milik pemerintah di Provinsi Banten.
Kelebihan daya tampung ini terjadi khususnya di Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan yang jumlahnya mencapai hampir 4000 siswa atau ada tambahan 30 rombel/kelas di luar ketentuan daya tampung sekolah.
Ironisnya, hal tersebut tidak tampak dari penyelenggaraan PPDB yang dislogankan beserta dengan aturan dan tahapan - tahapan yang harus diikuti secara ketat oleh para calon siswa atau orangtua/wali murid. Ada sekolah yang kemudian memaksakan lebih dari 45 siswa per kelas.
Atau bahkan sangat mungkin sekolah akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau ruang perpustakan sebagai kelas untuk menampung siswa-siswa tersebut. Kita tidak akan mendapati fakta ini dari hasil (pengumuman) akhir PPDB.
Kita baru bisa menemukannya jika membandingkan antara regulasi daya tampung dengan jumlah siswa/peserta didik pada saat awal tahun ajaran baru, yang bisa jadi beberapa hari atau pekan setelah proses PPDB.
"Oleh karenanya, wajar banyak orangtua/walimurid yang menyampaikan kepada Ombudsman mengenai relevansi pelaksanaan PPDB jika masih banyak yang diterima melalui jalur di luar PPDB," terangnya lagi.
Namun, Zainal juga menyambung, tidak sedikit SMA/SMK di bawah Pemerintah Provinsi yang di sisi lain belum dapat memenuhi kuota atau daya tampung tersebut. Secara sederhana, menurut Zainal, sekolah ‘favorit’ akan cenderung melanggara ketentuan daya tamping dan sebaliknya sekolah negeri lain malah kekurangan siswa.
"Oleh karenanya, kami memandang, Dinas Pendidikan perlu mengevaluasi betul formula ataupun proses penyusunan Daya Tampung ini. Jika tahun ini sudah yakin, maka perlu lebih serius mengawasi implementasinya dalam proses PPDB. Sebab jika tidak, untuk apa?," tandasnya.
Tim Ombudsman Banten telah mendalami temuan tersebut dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Inspektorat Daerah Provinsi Banten. Tujuannya, antara lain, untuk mendesak adanya perbaikan yang substantif dan signifikan dalam penyelenggaraan PPDB.
Lebih dari itu, pada prinsipnya Ombudsman mendorong agar Pemerintah Daerah melalui dinas Pendidikan melalukan upaya lebih serius untuk memastikan pemerataan kualitas Pendidikan serta program dan layanan Pendidikan lainnya agar kepentingan pendidikan untuk masyarakat Banten terpenuhi serta berkeadilan bagi semua.
"Siswa Paling Dirugikan"
Menurut Dedy, pihak yang akan paling dirugikan dari rusaknya integritas PPDB adalah siswa. Akibat dari banyaknya upaya yang pada akhirnya mencederai proses PPDB, siswa tidak dapat memperoleh layanan Pendidikan yang optimal karena sekolah gagal memenuhi SPM Pendidikan.
Demikian pula dari aspek moral, baik moral pembuat kebijakan, pelaksana, kepala sekolah, guru, serta unsur-unsur lainnya di satuan Pendidikan/sekolah, tidak terkecuali dan terutama siswa. Bahkan, Ombudsman Banten pernah menerima keluhan dari sekolah-sekolah swasta terkait proses PPDB di sekolah negeri.
Dedy memandang, dinas Pendidikan setempat juga perlu mengajak diskusi dan berkolaborasi dengan sekolah - sekolah swasta yang ada.
Dalam jangka panjang dan lebih luas, ungkap Dedy, persoalan PPDB akan terus menjadi ancaman laten bagi kualitas Pendidikan di Banten. Sementara, masih banyak permasalahan Pendidikan lainnya di Banten yang masih perlu diatasi bersama, pemerataan kualitas pendidikan, ketimpangan infrastruktur pendidikan di utara-selatan, kurikulum, sarana prasarana, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, kompetensi guru, link and match, dan seterusnya.
"Kuncinya, mulai dari sekarang, semua pihak menahan diri dan bersama-sama menjaga PPDB demi memperkuat bagian ikhtiar memajukan Pendidikan di negeri para ulama dan santri ini," tegas Dedy.
[Redaksi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar