Foto: Dirjenpas |
JAKARTA | Pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Ditjenpas KementerianHukum dan HAM ( Kemenkumham) segera membentuk tim untuk menindaklanjuti putusan MA Nomor 28 P/HUM/2021 tanggal 28 Oktober 2021.
Dalam Amar putusanya mengabulkan sebagian dari permohonan selengkapnya ada dalam Putusan MA tersebut, terkait remisi koruptor.
Dirjenpas Reyhard P Silitonga seperti yang disampaikan Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti menyatakan
bahwa sikap pemerintah menghormati putusan dimaksud, dan akan menindak lanjutinya.
"Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Ditjenpas sudah membentuk tim dan sedang mempelajari Amar putusan dimaksud, dan selanjutnya akan menyusun Perubahan peraturan Menteri sebagai aturan pelaksanaan pemenuhan Hak Remisi, asimilasi maupun integrasi," ujar Rika Aprianti seperti dikutip suarakarya.id melalui keterangan tertulisnya, Senin (22/11/2021).
Lebih lanjut Rika menambahkan, berdasarkan PerMA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil pada Pasal 8 ayat 2, mengatur tentang Pelaksanaan Putusan Uji Materi.
"Pemerintah masih memiliki waktu 90 hari terhitung sejak 28 Oktober 2021 sd 28 Januari 2022 untuk menyusun kembali perubahan Permenkumham No 3 tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti mengunjungi keluarga Pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat," ucapnya.
Sementara itu, Ketua LQ Indonesia Lawfirm advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA menyoroti Judicial Review MARI No 28P yang membatalkan beberapa pasal diantaranya pemberian remisi tanpa harus ada JC kepada WBP Tipikor, sebelumnya remisi hanya dapat diberikan kepada Justice Collaboator PP No 99 tahun 2012 tentang perubahan atas PP No 32 tahun 1999 ini dibuat secara sembrono dan bertentangan dengan undang -undang yang lebih tinggi yaitu UU No. 12 tentang Permasyarakatan.
Menurut Alvin, UU hanya dapat dibuat oleh Badan Legislatif yaitu DPR bukan oleh badan eksekutif, sehingga kekeliruan ini yang dikoreksi dan diluruskan oleh MA.
"Saya bukannya membenarkan perbuatan para koruptor, namun sejatinya ketika di vonis di Pengadilan, Majelis Hakim telah memberikan vonis yang menurut majelis hakim putusan yang tepat, sehingga dengan dihilangkan haknya untuk mendapatkan remisi dengan diwajibkan menjadi JC atas izin penuntut umum oleh peraturan pemerintah No 99/2012, justru merupakan hal yang keliru dan melawan hukum. Jika dipandang hukumannya terlalu ringan, maka tugas hakimlah (badan yudikatif) yang memperberat vonis penjara bukan hak badan eksekutif melalui payung hukum PP No 99/2012 memberikan hukuman tambahan dengan mencabut remisi dan tidak memberikan asimilasi maupun pembebasan bersyarat," ujarnya.
"Apabila sudah ada putusan Judicial Review dari MARI selaku pengadilan tertinggi maka semua pihak wajib tunduk mentaati dan menghormati serta melaksanakan putusan tersebut seketika setalah dibacakan dan berlaku saat itu," imbuh Alvin Lim.
Dalam teori hukum Trias Politika, sudah sangat jelas tugas masing-masing badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Adapun perkembangan selanjutnya dengan yang disampaikan MA ya kita akan ikuti, berdasarkan rules yang baru atau peraturan yang baru, pasti kita ikuti," ucap dia.
Rika mengatakan, Ditjen PAS akan melaksanakan dan memberikan hak-hak narapidana sebagaimana aturan yang ada.
Perlu di tegaskan bahwa putusan MA atas Judicial Review berlaku seketika di bacakan. Tidak ada upaya hukum lanjutan atas Judicial Review, jadi tindakan Ditjen PAS yang menunda-nunda hak konstitusional warga binaan merupakan perbuatan melawan hukum.
"Apakah alasan Ditjenpas sudah 22 hari setelah menerima putusan Judicial Review, masih belum juga mematuhi isi putusan MARI No 28P/HUM/2021? Tidak boleh ditunda-tunda putusan MA wajib segera ditaati, Dan Dilaksanakan, karena ini menyangkut hak konstitusional dan hak asasi manusia yang mendasar," ucap Advokat Alvin Lim, yang terkenal berani dan vokal.
Kami himbau para warga binaan kasus Tipikor yang masih belum mendapatkan remisi untuk keluarganya bisa menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di 0818-0489-0999 agar LQ dapat bantu peroleh haknya. LQ akan mengajukan langkah hukum agar para WBP yang memberikan kuasa ke LQ dan belum mendapat Remisi, agar segera mendapatkan remisi.
Kesengajaan untuk tidak memberikan hak warga negara sesuai Undang-undang adalah perbuatan melawan hukum pasal 421 KUH pidana yaitu penyalahgunaan wewenang dan diancam pidana kurungan.
Pasal 421, berbunyi :
Pegawai negeri yang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya memaksa orang untuk membuat, tidak berbuat atau membiarkan barang sesuatu apa, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
"Jangan sampai para pejabat negara dalam hal ini Ditjenpas , justru malah melakukan perbuatan melawan hukum. Apapun isi putusan Pengadilan, apalagi MA yang sudah incracth, jika kita langgar dan abaikan, apa bedanya Dirjen pas dengan Para pelaku kejahatan jika seperti itu?," tutup Lim.
[Red]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar