Prof. Otto Cornelis (O.C) Kaligis (Dok. istimewa) |
TANGERANG | Prof. Otto Cornelis (O.C) Kaligis menduga Novel Baswedan menjadi dalang runtuhnya supremasi hukum. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini lantas mendapat kritikan pedas selama bekerja di lembaga antirasuah tersebut.
"Dengan terang benderang saya berani mengatakan di sini, penyebab Runtuhnya adalah hanya karena ulah Seorang Tersangka Penganiaya dan Pembunuh bernama Novel Baswedan," tutur O.C Kaligis melalui keterangan tertulis yang diterima, Jum'at (3/9/2021).
"Sosok yang Menguasai Media, Menguasai ICW, LSM, Ombudsman, Komnas HAM dan semua para Professor yang Buta Hukum sehingga mudah di Provokasi untuk ikut berkonspirasi bersama Novel Baswedan hanya untuk menyesatkan Penegakan Hukum," lanjutnya.
Kaligis menyebut hancurnya Penegakan Hukum di mulai dari KPK melalui UU No. 30 Tahun 2002 dengan Ketua Komisioner Antasari, seorang Jaksa yang punya Reputasi, yang bendak membersihkan Korupsi lewat lembaga KPK.
Antasari, dikatakan Kaligis mulai berhasil dari terjaringnya tersangka korupsi Bibit dan Chandra Hamzah, yang keduanya sempat menjabat sebagai Komisioner KPK.
"Hasil Investigasi Antasari, menyebabkan Bibit-Chandra Hamzah, di sangka dan di tetapkan sebagai Terdakwa Korupsi. Mereka sempat di tahan di Mako Brimob, setelah Kejaksaan menetapkan Kasus Korupsi mereka dinyatakan berkasnya lengkap alias P-21," ucap dia.
Selanjutnya menurut O.C Kaligis, Antasari berhasil membersihkan KPK, sekalipun karena keberaniannya menangkap Besan Presiden Susilo Bambang Yudoyono sudara Pohan, hingga akhirnya berakibat Antasari di jebloskan ke penjara melalui rekayasa kasus pembunuhan.
Belum lagi dibeberkan Kaligis menjadi makelar kasus dalam Perkara PT. Masaro, kembali oknum KPK berulah dalam Kasus Nazaruddin. Sejumlah nama pun terseret Kasus Pengurusan Proyek.
"Nazaruddin bahkan bisa bertemu langsung dengan Chandra Hamzah di kamar kerjanya," ujarnya.
Pemeriksaan Kode Etik di era Nazarudin, Kaligis hadiri bersama kuasa hukum Saudara Boy dan Dea Tunggaesti.
Kemudian, Bibit hadir selaku Anggota Pemeriksa Etik dan Abdullah Hehamahua selaku Pemeriksaan Etik.
"Saya keberatan karena Bibit masih berstatus Tersangka Korupsi Deponeering. Namanya tak pernah di pulihkan," keluhnya.
"Bagaimana mungkin Seorang Tersangka bisa ikut mengadili dan hadir di Sidang Etik? Namun keberatan Saya di abaikan Abdullah Hehamahua selaku pemimpin Pemeriksaan Etik," papar O.C Kaligis.
Sementara, Kaligis menilai sejumlah media pendukung sama sekali tidak membuka peranan busuk Chandra Hamzah sekalipun terungkap beberapa kali pertemuan Nazaruddin dengannya.
"Parahnya, hasil akhir, Keputusan Abdullah Hehamahua adalah membebaskan Chandra Hamzah dari Pelanggaran Etik," ungkap Kaligis.
Praktisi Hukum senior ini pun membandingan dengan Pemeriksaan Etik yang di alami Lili Pintauli Siregar dengan sejarah peristiwa yang dibeberkan diatas.
Tidak lain, kata Kaligis untuk membandingkan Putusan Wakil Ketua Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dengan para Anggota Komisioner Chandra Hamzah, Bibit dan Kawan-kawan.
Dengan Hukuman Etik terhadap Lili, media pendukung Novel Baswedan terus-menerus menggiring berita untuk mengkaitkan pembubaran KPK Pimpinan Firli Bahuri.
"Pertanyaannya, apakah Saudara Lili Pintauli mempengaruhi Kasus Wali Kota Tanjung Balai?. Mengapa tidak ada Media yang berani memberitakan Berita Putusan Pengadilan Bengkulu yang memerintahkan agar Novel Baswedan segera di Adili?," kata di menanyakan.
O.C Kaligis yang berdomisili sementara di Lapas Sukamiskin ini menilai pengaruh Novel Baswedan meruntuhkan Supremasi Hukum NKRI luar biasa.
Bagaimana tidak, upaya membekukan Kasus Pidana Novel Baswedan saja, sampai Kaligis mengaku tahu ada pertemuan antara Pimpinan Komisioner KPK Saudara Agus Rahardjo dengan Jaksa Agung Prasetyo, khusus untuk membicarakan Kasus Pembunuhan penyidik KPK agar tidak di lanjutkan.
“Bukankah mereka seharusnya menjadi Teladan Penegakan Hukum?. Bukan sebaliknya masuk Organisasi Pembela Pembunuh?,”
Kalaupun benar Lili Pintauli hanya di Telepon Tersangka Wali Kota Tanjung Balai, Kaligis menanyakan tentang Pemeriksaan Etik terhadap Chandra Hamzah, atau perbuatan dugaan makelar kasus Ade Rahardjo.
"Bagaimana peranan beberapa Anggota KPK mengurus proyek dalam Kasus Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat? Dan Mengapa Saut Situmorang, Novel Baswedan dkk tidak ramai-ramai menggiring Ade Rahardjo, Chandra Hamzah ke Pengadilan?," ujarnya.
"Dan termasuk Peranan Abraham Samad yang bolak-balik menghubungi Petinggi Nasdem dan PDIP, lobby untuk meloloskan dirinya menjadi Wakil Presiden?," kritik O.C Kaligis.
Ia menyinggung pernyataan Saut Situmorang, bahwa sesuai Peraturan Etik KPK, kasak kusuk Abraham Samad atau tindakan Chandra Hamzah yang mesra berhubungan dengan Nazaruddin, bukan saja termasuk Pelanggaran Etik tetapi menurutnya juga terbilang masuk kategori Tindak Pidana.
"Pokoknya apabila yang terlibat Oknum KPK di era Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Novel Baswedan, Abdullah Hehamahua, Komplotan Pencitraan KPK, media, ICW, LSM Pendukung yang dendam abadi terhadap para Warga Binaan, mereka diam Seribu Bahasa," paparan tegas Kaligis.
Disisi lain, Kaligis katakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK sebelum era Firli, di beritakan sebagai Jasa Tunggal tindakan Novel Baswedan, sekali pun para praktisi mengetahui bahwa tindakan Penyelidik dan Penyidik KPK adalah tindakan Kolektif.
Ia melihat perlawanan Novel Baswedan memuncak menjelang Firli menjalani Fit and Proper Test, yang meloloskan Firli Bahuri ke Kursi Ketua Komisioner KPK.
Perlawanan tanpa henti yang di lakukan penyidik berpangkat Kompol terjadi di saat Pengesahan Revisi UU KPK yang baru, sekaligus di lakukannya Pelantikan Dewan Pengawas oleh Bapak Presiden Joko Widodo. Di saat itu, menurut Kaligis, kekuasaan Novel Baswedan surut, karena semua tindakannya berada di bawah Pengawasan Dewan Pengawas.
"Yang paling menjengkelkan Novel Baswedan, adalah di lakukannya Saringan Ujian untuk lolos jadi Aparatur Sipil Negara. Test Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah Perintah Undang-undang. Upaya Hukum Kelompok Novel terkait ini kandas, berakhir dengan kekalahan Novel Baswedan," beber dia.
Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi yang Erga Omnes, tertinggi diatas putusan-putusan Mahkamah lainnya, kata Kaligis peran Negara Indonesia sebagai Negara Hukum. Dimana, Komnas HAM hingga kini masih berupaya menemui Presiden, untuk mendiskusikan temuan Test Kebangsaan yang di periksanya.
"Komnas HAM tidak perduli akan Pembunuhan Warga di Papua yang lagi mengais rejeki, membangun Jalan atau Pelanggaran HAM di Poso yang membantai Warga Sipil oleh Kelompok Anarkis?," tuturnya menanyakan.
Kaligis menyebut bukan ahli untuk megorganisir peradilan jalanan atau mengumpulkan para professor untuk pencitraan, seperti yang di lakukan Novel cs. Namun, perjuangan dia hanya melalui tulisan membuat buku seperti di antaranya Korupsi Bibit-Chandra, KPK Bukan Malaikat, Yang Kebal Hukum, Sejarah Hitam KPK, Novel Pembunuh Bengis dan Peradilan Sesat.
"Semua buku saya berlabel ISBN, berisi Fakta mengenai KPK yang busuk, yang harus di benahi oleh KPK-nya Firli Bahuri," kata Kaligis.
Dirinya berpendapat agar Hukum kembali dapat di tegakkan sesuai dengan cita-cita Reformasi, sesuai dengan Sumpah Presiden, Kapolri dan Jaksa Agung, adalah Adili Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan semua Oknum KPK yang Perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21.
"Jangan lagi ada Tebang Pilih Penegakan Hukum. Untuk KPK Pimpinan Firli Bahuri, Dewan Pengawas dan untuk Lili Pintauli Siregar, saya berani berkata agar anda sebagai Penegak Hukum jangan ragu untuk turut memperjuangkan agar Novel Baswedan si Pembunuh Keji segera di Adili. Masak cuma Novel Baswedan yang bisa melaporkan Anda?," ucap dia
"Tetaplah berkarya, membuat KPK yang berkeadilan. Abaikan berita-berita hoax Saut Situmorang, kelompok Novel Baswedan yang hendak membawa Putusan Etik ke ranah pidana," sambungnya.
Advokat senior ini mengutarakan apabila seandainya Bareskrim Budi Waseso masih bertugas di sana, ia yakin sudah banyak Oknum KPK yang di penjarakan. Manurut dia, lebih pantas ke Lapas ialah Novel Baswedan cs, ketimbang Firli Bahuri selaku Pimpinan KPK.
Ia berpesan jangan peduli gerakan Novel Baswedan yang melaporkan hampir semua Petinggi KPK era Revisi UU KPK.
"Tujuan mereka jelas. Menghancurkan KPK sekaligus mengembalikan supremasi kelompok Penyidik Taliban asuhan Abdullah Hehamahua," sebut Taliban.
Dengan menerbitkan surat terbuka maksud Kaligis upaya membawa manfaat bagi Penegakan Hukum yang lebih berkeadilan di saat para rekan praktisi hukum diam. Sekalipun mengetahui adanya KPK yang busuk, seperti hasil temuan DPR RI di Tahun 2018, dan hasil temuan rekan sebagai praktisi ketika membela klien yang di jebloskan KPK.
"Pengadilan KPK adalah Pengadilan sandiwara, dan dakwaan identik tuntutan. Fakta di Persidangan selalu di kesampingkan," demikian O.C Kaligis.
(*/Anoy_Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar