SERANG | Proyek pengerjaan pengaman pantai Anyer-Carita yang berlokasi di Kabupaten Serang dan Pandeglag pasca Tsunami (paket: PPAC-SRG-PDG/2020) dengan anggran Rp. 37.715.375.000; dengan nomor kontrak: HK.02.03/APBN/SP.II/2020 yang dikwrjakan oleh PT. Benteng Indo Raya diduga kuat sarat dengan korupsi.
Seperti diketahui, bahwa materian batu yang digunakan dalam pengerjaan pengaman tersebut di ambil dari wilayah Ciwandan Kota Cilegon yang diduga tidak sesuai spesifikasi. Pasalnya berdasarkan uji lab berat jenis batu hanya 1,8 hanya >20%, dan abrasi quary tidak ada IUP OP.
Sementara dalam kontrak spesifikasi batu (BD) nya harus 2,6 dengan abrasi quary di bawah <15%, sehingga dugaan tersebut muncul jika proyek pengerjaan pengaman pantai Anyer-Carita pasca Tsunami diduga kuat bermaslah.
Atas adanya dugaan kejanggalan tersebut, LSM Front Pemantau Kriminalitas melakukan laporan ke Kejaksaan Tinggi Banten, atas kasus dugaan korupsi dalam pekerjaan proyek tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu aktivis anti korupsi di banten Rizky Hidayat, bahwa tim Kejati akan mengcroscek ke lapangan melihat hasil progres fisik pekerjaan pengamanan pantai Anyer Carita yang diduga tidak sesuai dengan spesifikasi atas laporan pengaduan dari pihak DPP lembaga Front Pemantau Kriminalitas.
Dikutip dari bantenmore, Rabu (11/8/2021), Rizky juga menegaskan, jika pihaknya sudah menyampaikan ke pihak penyidik beberapa hal mendasar yang diduga tidak sesuai kaidah dasar pekerjaan paket pengamanan pantai pasca tsunami Anyer Carita dan Pasauran dan ini menjadi tanggungjawabnya PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
Rizky menilai, substansi paling utama adalah dukungan quary awal sesuai dokumen lelang tidak sesuai dengan dukungan material pada saat pekerjaan di laksanakan bahan material yang digunakan tidak ada dalam dukungan awal bahkan material batu yang digunakan tidak berijin IUP OP.
"Jadi, material batu secara keseluruhan menggunakan quary Ciwandan yang nota Bene tidak sesuai spesifikasi yang di persyaratkan dalam dokumen kontrak ditentukan spesifikasi teknis yakni Berat Jenis (BD) 2,6 dan Abrasinya dibawah <15% dan setiap pengiriman material bisa dibuktikan dengan lampiran surat jalan dari quary yang direkomendasikan sesuai dukungan quary awal dan di Lampiri IUP OP serta hasil Lab nya, terpantau kenyataan di lapangan dari Mc 0 sampai selesai material yang dikirim dengan berat jenis di bawah 1,8 dan abrasinya di atas 20%. Karena memang secara mayoritas material seluruhnya karakter material gunung Ciwandan dengan spek tersebut (BD 1,8 ABRASI diatas >20%) Maka mutlak tidak akan ditemukan SPEK yang sesuai yang dipersyaratkan dalam dokumen kontrak dalam poin spesifkasi teknis," jelasnya.
Bahkan, lanjut Rizky, untuk pelaksanaan pekerjaan tidak boleh disubkontrakan pada pihak ketiga (pihak lain) diatas 30% bobot pekerjaan diperkenankan hanya dibawah 30% itupun bukan pekerjaan utama, hanya pekerjaan minor, kenyataannya untuk pekerjaan utama seperti pasang batu Armor breakwater dan Revetmen lebih dari 50% Bobotnya disubkontraktorkan pada pihak lain.
Sedangkan, untuk Pimpro atau pengawas utama pekerjaan harus yang sesuai atau terdaftar dalam dokumen lelang, dimana pemegang SKA,SKT dalam doklel yang di perbolehkan Incharge di lapangan bukan diwakilkan sehingga pada saat serah terima progres by progres dilakukan oleh pimpro dari maincon pemenang lelang.
"Saya berharap pihak Kejati Banten serius menindaklanjuti dugaan korupsi yang di laporkan masyarakat. Dan sebagai konsekuensinya meminta pertanggungjawaban pihak pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan pihak kontraktor serta pihak terkait. Dan tentunya kami juga optimis bahwa Kajati yang baru dapat mengapresiasi hal tersebut, tentunya demi tegaknya supremasi hukum di Provinsi Banten," tegasnya.
(*/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar