Oleh: Tia Nurapriyanti, S.Sos.I, M.Ikom
(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Buddhi Dharma)
Masih banyak orang mengira bahwa kekerasan adalah hal yang bersipat fisik, padahal kekerasan bukan saja hal yang bersipat fisik akan tetapi ada bentuk lain yang lebih bahaya dibanding kekerasan fisik, yakni kekerasan yang di lakukan secara verbal. Apa sich kekerasan verbal ini? Yaitu bentuk penyiksaan pada seseorang melalui kata-kata.
Dalam hal ini bukan saja terjadi ketika seseorang membentak orang lain. Kekerasan verbal juga bisa terjadi ketika seseorang berbicara dengan nada halus hingga berbisik, dengan sengaja yang bertujuan melakukan pembunuhan karakter.
Lantas Sejauh mana hal ini sangat membahayakan bagi si korban?
Sebelum kita membahas lebih jauh. Mari kita telaah bersama, apa saja yang masuk dalam kekerasan Verbal. Disini saya akan beri contoh kekerasan Verbal?
1. Name calling, Name calling merupakan nama panggilan yang bernada hinaan atau mengata-ngatai seseorang dengan mengganti namanya menjadi sebutan yang lain. Contohnya, "bodoh sekali kamu, lola dech kamu, lemot dech kamu, dll".
2. Degradasi, Kata-kata ini dikeluarkan agar seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan menganggap dirinya tidak berguna. Contohnya, bisa apa kamu, kalau tanpa saya. Kamu bukan siapa siapa, tanpa saya, dll.
3. Manipulasi, Kekerasan verbal ini dilakukan dengan tujuan memerintah Anda, tapi tidak dengan kalimat imperatif. Misalnya, "kalau kamu memang sayang keluarga, kamu tidak akan melakukan itu".
4. Menyalahkan, Berbuat salah adalah hal yang manusiawi. Namun, orang yang melakukan kekerasan akan menjadikan kesalahan Anda sebagai pembenaran atas tindakan mereka, misalnya dengan berkata "memang kamu pantas untuk saya marahi ko, kenapa nggak suka? Ini kan salah mu, aku begini karena kamu, dll".
5. Merendahkan, Kata-kata ini akan keluar ketika si pelaku kekerasan verbal berniat mengerdilkan Anda dan di saat yang bersamaan membuat dirinya lebih superior. Contoh kalimat merendahkan adalah "suaramu bagus sekali, tapi lebih bagus sich diam, Aku… Kaya dia? Amit-amit dech, itu anak murid kesayangan kamu ya bu? Dih amit-amit.
6. Kritik berkelanjutan, Menerima kritik adalah bagian dari proses pendewasaan diri. Namun dalam kekerasan verbal, kritik dilakukan dengan sangat kasar dan terus-menerus sehingga korbannya akan merasa tidak punya harga diri. Contohnya, "kamu sich begitu, makanya nggak ada orang suka sama kamu".
7. Menuduh, Menuduh juga bisa menjadi kekerasan verbal ketika hal itu dilakukan untuk menjatuhkan mental Anda. Tidak perlu dengan kata-kata kasar, bentuk kekerasan verbal ini dapat berupa. Contoh, "kenapa saya harus berteriak, karena kamu egois".
8. Menolak berbicara, Bahkan tidak berkata apa pun bisa jadi bentuk kekerasan verbal, terutama bila dilakukan untuk membuat korbannya merasa tidak enak. Misalnya, ketika Anda bertengkar dengan pasangan, ia memilih diam dan pergi ketika Anda menuntut penjelasan darinya. "aku pusing, lebih baik aku pergi".
9. Mengarang, Pasangan kerap mengatakan bahwa Anda suka mengarang suatu kejadian agar Anda merasa bersalah? Bisa jadi itu adalah bentuk kekerasan verbal agar Anda segera minta maaf dan kian tergantung pada mereka. Contoh konkretnya seperti Anda menagih janji pasangantentang hal yang telah disepakati, tapi dia berkata "kita tidak pernah ada perjanjian soal itu". Bahkan, ia bisa menegaskannya dengan "jangan suka mengarang dech, itu cuma halusinasi kamu".
10. Perdebatan yang tidak berujung, Berdebat adalah bagian dari hubungan yang sehat, namun perdebatan yang tak berujung dan dilakukan berulang kali bisa jadi bentuk kekerasan verbal. Misalnya, jika Anda merupakan wanita yang bekerja, kondisi rumah mungkin tidak selalu rapi. Ketika ini terjadi berkali-kali, pasangan Anda selalu menyalahkan Anda yang akhirnya mengakibatkan debat tak berujung.
11. Ancaman, Kekerasan verbal bisa jadi awal mula terjadinya kekerasan fisik, salah satunya dimulai ketika pelaku kekerasan ini mengeluarkan nada ancaman. Ancaman ini sangat mudah dikenali karena sudah pasti memberi efek takut pada korban dan menuntut korban untuk patuh pada kata-kata pelaku kekerasan ini. Contohnya, "kalau kamu tidak menuruti saya, jangan salahkan saya jika terjadi sesuatu yang mengerikan pada kamu".
12. Melawan, Melawan adalah kecenderungan untuk menjadi argumentatif, tidak hanya dalam konteks politik, filosofis, atau ilmiah tetapi juga dalam konteks umum. Korban kekerasan tersebut dapat membagikan perasaan positifnya tentang kegiatan yang baru saja dilakukannya, dan pelaku kemudian mencoba menyangkal bahwa perasaannya salah. Melawan, mengabaikan perasaan, pikiran, dan pengalaman korban secara teratur merupakan salah satu jenis kekerasan verbal.
13. Body shaming, adalah perilaku menjelek-jelekkan dan mengomentari penampilan Fisik orang lain. Contohnya, "wah… makin langsing aja say (sementara temen kamu badannya gemuk), ya Ampun, kamu ko makin kurus aja sich, itu perut apa karung brow?, kamu itemen y sekarang, dll".
Kekerasan verbal "bullying" diatas terkadang tanpa disadari sering banyak dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dan terkadang menjadi bagian dari bentuk kata yang biasa saja, namun pada kenyataanya adalah tindakan ini sangat memberikan efek buruk pada korban bullying.
Lantas, Sejauh mana kekerasan verbal sangat membahayakan bagi si korban? Kekerasan verbal lebih berbahaya dari pada kekerasan fisik, Kekerasan verbal atau nonfisik alias verbal bullying, dianggap paling membahayakan dan memiliki dampak mematikan.
Psikolog klinis dan hipnoterapis dari Sanatorium Dharmawangsa Liza Marielly Djaprie pada saat acara kampanye "Rayakan Namamu" Coca-Cola Indonesia di Jakarta, pada tahun 2016, mengatakan, kekerasan verbal "bullying" biasanya berupa ucapan menyakitkan dari satu orang atau sekelompok orang terhadap satu orang lainnya.
Pembulian berupa olokan yang diucapkan secara berulang-ulang dan dilakukan dengan sengaja atau direncanakan. Pembulian secara verbal tidak tampak bekas lukanya. Namun, efek dari olokan itu sangat membahayakan dan mematikan bagi korban.
Dalam kasus lain, yang didapat dari hasil Penelitian, menunjukkan bahwa dampak ini sangat berpengaruh bukan saja pada anak-anak akan tetapi juga bagi orang dewasa yang menjadi korban kekerasan verbal "Bullying". Anak yang kerap mendapat kekerasan verbal dapat berkembang menjadi pribadi dengan kepercayaan diri rendah.
Cara pandang terhadap diri, lingkungan, dan dunia juga akan menjadi buruk. Anak juga bisa memperlihatkan sikap antisosial dan menjauhi orangtua. Dalam kasus yang ekstrem, anak bisa melakukan perilaku menyimpang, seperti menggunakan obat-obatan terlarang, minum alkohol, dan merokok untuk mengurangi rasa sakit secara emosional di dalam dirinya.
Sedang Pada orang dewasa, efek kekerasan verbal yang ditimbulkan pun tidak jauh berbeda. Selain itu, mereka juga mungkin mengalami penurunan prestasi akademis dan menjalin hubungan yang tidak sehat. Jika mental sudah terluka parah, mereka bisa mengalami depresi hingga post traumatic stress disorder (PTSD) yang akan menghancurkan kualitas kehidupan secara keseluruhan.
Kalau sudah begini, siapa yang akan bertanggungjawab?
Pemerintah telah mengatur lewat UU, Pelaku bullying verbal dapat ancaman pidana sesuai Pasal 80 yang menyatakan setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, akan dipenjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp 72.000.000., bahkan ada komisi perlindungan anak yang biasa kita sebut KPAI.
Sudah cukup kah? Sedang Upaya pemerintah akan berjalan dengan baik jika ada kerja sama dari masyarakatnya akan kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan verbal "bullying" baik terhadap anak, rekan, pasangan, orang tua, tetangga, anak didik, dan semua orang yang kita temui dalam kehidupan kita. Mari kita sama-sama katakan "STOP Kekerasan Verbal / BULLYING". Kalau bukan dimulai dari kita, dari Siapa lagi!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar