Dok. Ilustrasi |
Namun saat wartawan berusaha menelpon selalu direject atau tidak diangkat oleh semua pejabat terkait, termasuk kepada divisi Humas Polri. Bahkan ada wartawan menghubungi Irjen Argo sebelumnya sempat dijawab "bentar saya cek dulu" ketika di kemudian hari ditanyakan lagi, apakah sudah dicek untuk klarifikasi?, justru nomor telpon wartawan tersebut malah di blokir. Tentu saja Wartawan dibuat kebingungan kenapa tidak ada response dari mabes polri?.
Atas hal itu, LQ Indonesia Lawfirm semakin bertanya-tanya kenapa tidak ada bantahan dan klarifikasi, padahal berita miring dugaan pelanggaran pasal 110 KUHAP bukan hal sepele.
"Ko' tidak ada klarifikasi, padahal wartawan ingin meminta keterangan lebih lanjut untuk dilakukan penelusuran lebih lanjut," jelas Sugi Kepala Humas dan Media LQ Indonesia Lawfirm, Rabu (26/5/2021).
Sementara itu, Kuasa hukum korban dari LQ Indonesia Lawfirm menanyakan perkembangan perkara Indosurya yang diberi kuasa khusus oleh pelapor ke Mabes Polri sesuai amanah UU Advokat, apakah hal yang salah dan melanggar?
Wartawan yang menanyakan klarifikasi dan meminta hak jawab dari Mabes POLRI sesuai UU Pers, apakah hal yang salah?
Korban yang menangis dan meminta kepastian hukum dari Mabes Polri sesuai UU No 18 tahun 1981 mengenai KUHAP apakah salah?
"Atas laporan tidak berjalan, ombudsman meminta klarifikasi dan gelar perkara dan tidak ditanggapai apakah Ombudsman salah yang bertindak sesuai undang-undang, apakah salah?," ujar Priyono Adi Nugroho selaku pelapor LP Indosurya di Mabes.
"Semua sudah dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku, undang-undang yang berlaku, tapi kenapa seolah Mabes polri takut terhadap kasus 15 Triliun. Janji Kapolri bahwa "hukum tajam keatas" hanyalah kotoran sampah yang dibungkus luar, kertas kado yang mewah. Nampak indah tapi cuma janji palsu," tegas Alvin Lim secara lantang menambahkan.
"Ini bukti nyata 100 hari Kapolri HUKUM MASIH TUMPUL KE ATAS," tandas Alvin.
Menanggapi berita yang muncul adanya Anggota DPR Komisi VI bernama Achmad Baidowi, sebagaimana dikutip dari: https://m.antaranews.com/berita/2175990/dpr-kecam-provokasi-yang-coba-ganggu-homologasi-ksp-indosurya
Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mengecam adanya pihak yang mencoba memprovokasi dan mengganggu homologasi koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Proses homologasi sudah berjalan dengan baik, sehingga perlu dihargai," kata Achmad Baidowi melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (26/5/2021).
Terhadap penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) KSP Indosurya, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan homologasi. Keputusan tersebut mengikat terhadap semua anggotanya.
Selain mengecam adanya pihak tertentu yang menafikan putusan pengadilan dengan memprovokasi publik dan menyebarkan opini negatif, Achmad Baidowi menegaskan putusan lembaga negara wajib dihormati.
Jika ada pihak-pihak yang mengganggu proses homologasi, maka sama artinya dengan tidak menghormati keputusan pengadilan. Atas keputusan itu, pihak KSP Indosurya pun telah menjalankan komitmennya. Sampai saat ini, ribuan nasabah telah menerima pencairan dana pascaputusan homologasi.
Sayangnya, belakangan ada pihak yang mengaku sebagai kuasa hukum dari para korban dan mengatakan institusi kepolisian gagal menangani perkara tersebut.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sugi selaku Kepala Humas LQ Indonesia Lawfirm, justru menanyakan "apa legal standing dan motif Anggota DPR komisi 6 dalam urusan prnegakan hukum? Bukankah urusan penegakan hukum adalah di bawah komisi 3?
"Komisi 6 itu membidangi industri, investasi dan bukan tentang urusan antara korban dan kuasa hukum dengan POLRI dalam urusan penegakan hukum. Ibaratnya dokter hewan mau beda jantung pasien manusia, salah tempat orang ini," kata Sugi.
Yang kedua dari pernyataan Anggota DPR ini orang yang sok tahu, dia tidak baca berita sebelumnya bahwa segala upaya baik menanyakan langsung ke aparat krpolisian, maupun aduan ombudsman SUDAH dilakukan, bahkan aduan ke presiden, kapolri.
Semua sudah dilakukan, namun dalam pernyataan anggota DPR ini ditulis dia kenapa ga langsung nanya ke pihak terkait, menunjukkan Anggota DPR ini maen asal jawab sesuatu yang belum dia ketahui, Alias ASBUN.
"Tolong anggota DPR yang terhormat, fungsi anda adalah legislatif, urusan penanganan kasus atau Eksekutif bukan ranah anda, gak usah ikut campur apalagi jawaban anda ASBUN dan jelas tidak mengerti hukum," tegasnya.
Pelapor yang juga adalah kuasa hukum Korban, Priyono Adi Nugroho menambahkan bahwa komentar Achmad Baidowi menunjukkan bahwa ini bukan orang mengerti hukum.
Achmad Baidowi bilang bahwa tindakan yang dilakukan korban fan kuasa hukum adalah "provokasi" adalah pernyataan bodoh dan tidak paham hukum. Penegakkan hukum dapat dilakukan dalam 2 bentuk, yaitu yuridis dan non yuridis.
"Yuridis sudah dilakukan LQ Indonesia Lawfirm berupa mrmbuat aduan resmi ke Mabes Polri atas dugaan pidana perbankan dan pencucian uang, dan laporan ke Ombudsman, namun mandek," ujarnya.
Non yuridis adalah tindakan penegakan hukum, seperti pers release di media untuk mengungkap oknum dibalik mandeknya kasus, hal ini biasa dilakukan POLRI melalui Kadiv humas dengan pers relase kasus yang ditangani, dan hal wajar dan sah menurut undang-undang.
Hal non yuridis lain adalah aksi unjuk rasa merupakan hal yang diperbolehkan undang-undang seperti dilakukan LQ Indonesia Lawfirm dengan aksi pocong diistana, untuk meminta perhatian pemerintah dalam bersimpati terhadap 8000 korban Indosurya.
"Buruh, demo setiap tahun adalah hal wajar dan tidak dilarang pemerintah adalah bentuk kebebeasan berbicara. Semestinya Anggota DPR terhormat tahu itu, kecuali memang gak sekolah atau ada motivas tertentu memberikan keterangan media diluar tupoksinya. Apakah bapak DPR ada yang meminta agar memberikan pesan sponsor?," tanya Priyono Ado Nugroho.
Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA mempertanyakan kenapa yang menanggapi justru Anggota DPR Komisi 6? Semestinya anggota DPR komisi 3 memanggil Kapolri dan korban indosurya agar tidak dapat mencari solusi.
Sejak kapan Achmad Baidowi, diberi kuasa oleh Kapolri Listo sigit untuk menjadi Spoke person POLRI. Kalo gitu baiknya dibubarkan saja kadiv humas POLRI agar Achmad Baidowi yang berbicara mewakili Kapolri.
"Pernyataan Achmad Baidowi ini jelas melecehkan dan menampar muka POLRI, seolah POLRI adalah pengecut yang tidak berani memberikan keterangan sendiri sehingga ada Anggota DPR yang mengantikan memberikan keterangan ke media," tegasnya.
TANGGAPAN ATAS PUTUSAN PKPU DI PN JAKARTA PUSAT
LQ INDONESIA LAWFIRM tegaskan bahwa putusan PKPU itu adalah putusan secara keperdataan. Dalam KUHAP tidak ada pembayaran ganti rugi menjadi dasar penghapus pidana, apalagi ini SEMUA klien LQ Indonesia Lawfirm tidak setuju dan tidak daftar homologasi sehingga TIDAK menerima pembayaran ganti rugi!
Sugi jelaskan misal pak Achmad merampok bank BCA bawa pistol dan mencuri 100 juta rupiah, seminggu kemudian tobat dan mengembalikan gantinrugi 100juta, apakah berarti Pidana hilang?
Itu ahli pidana yang berusaha membodohi masyarakat dan mengiring publik opini bahwa sudah ada homologasi jadi sewajarnya prises pidana tidak berlanjut adalah ngawur.
Patut dipertantakan ahlinya itu? Perdata hanya mengurus ganti rugi, sedangkan pidana menghukum tindakan atau perbuatan, dasar penghapus pidana dengan jelas tertera di KUHAP, Tersangka meninggal, cacat, sakit jiwa dan dibawah pengampuan.
Jadi prmbayaran ganti rugi BUKAN PENGHAPUS PIDANA. Tolong itu ahli pidana kuliah hukum pidana lagi, jangan sampai kasih opini hukum yang ngawur.
Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA mengundang "Ayo Kapolri, kadiv Humas, kabareskrim dan DIRtipideksus hadir jadi narasumber di iNews TV, kebetulan saya narasumber utama "Cerdas Hukum" di iNews TV setiap rabu jam 21.
"Buktikan janji bapak kapolri yang terhormat bahwa janji yang keluar dari mulut saudara terlaksana dan bukan janji palsu. Edukasi masyarakat sambil beri keterangan kepada masyarak khususnya korban Indosurya, bagaimana 1 tahun Tersangka namun berkas tidak pernah limpah? SPDP saja ada masa berlaku dan saya yakin sudah 2x lebih di perpanjangkan?," tutup Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA.
Negara indonesia dalam posisi krisis hukum dan keadilan. Keadilan mati di Indonesia, faktanya "uang adalah panglima". Kriminal kelas atas apalagi ketugian 1 Triliun keatas dijadikan "ATM berjalan oleh oknum", terlapor dijadikan Tersangka agar ada daya ancam kepada terlapor untuk "86" atau berkordinasi dengan oknum kepolisian agar tidak ditahan dan perkara tidak limpah.
Juga seolah-olah dengan dijadikan tersangka, oknum POLRI bekerja. Padahal setelah jadi tersangka proses yang semestinya sudah selesai dapat bahkan di SP3 apabila ada "uang 86" kepada Oknum POLRI.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto pernah memberikan pernyataan bagus agar aparat Bareskrim tidak bermain kasus, membuktikan bahwa ada permainan kasus oleh OKNUM.
Nah ini sedang ditunjukkan sampahnya, semestinya Kapolri ikuti langkah Jaksa Agung yang langsung mencopot SesJamdatun pejabat bintang 2, yang terlibat Markus, ini atas informasi dari LQ Indonesia Lawfirm.
Sudah bukan jamannya jual beli kasus, ingat karma dan hukum Tuhan, uang haram menyengsarakan masyarakat. "Salus populi, Suprema Lex esto" hukum tertinggi adalah masyarakat.
LQ Indonesia dengan hormat menghimbau agar POLRI mau introspeksi dan benah-benah, dengan jabatan tinggi, kalian memilik tanggung jawab tinggi. Jangan jual belikan keadilan dengan uang koordinasi. Katma itu ada dan real, dengan melanggar aturan hukum, POLRI dilecehkan oleh aparatnya sendiri.
"Bersihkan oknum, petugas yang buat mandek perkara Indosurya, ganti dengan aparat bersih dan jujur, masih banyak anggota POLRI yang kami kenal jujur dan berintegritas. Tolong masyarakat pak Kapolri, anda mampu merealisasikan "Hukum Yajam ke atas" LQ Indonesia Lawfirm dan masyarakat akan di garis depan membela, nyawapun kami berikan agar Hukum menjadi lebih baik," tutup Advokat Alvin Lum, SH, MSc, CFP CLA.
(*/Red)
Sumber: LQ Indonesia Lawfirm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar