Dok. Sekjen Garda Cendekia Wawan Setiawan (ist) |
Oleh: Wawan Setiawan (Salah satu Founder Garda Cendekia) Lebak Selatan
BANTEN | Pada hari Rabu, 17 Februari 2021 media nasional detiknews merilis sebuah berita dengan judul “Banten Tempati Posisi 2 Provinsi dengan Kemiskinan Terendah Se-Jawa.
Sekilas saya tercengang, lalu saya mulai membuka web BPS di google dan ingin memastikan benar atau tidaknya apa yang diberitakan oleh detiknews. Berdasarkan data BPS per September 2020, presentase penduduk miskin di Banten berkisar 6,63% satu tingkat diatas DKI Jakarta yang hanya 4.69%.
Kemudian disusul oleh Jawa Barat 8,43%, Jawa Timur 11,46%, Jawa Tengah 11,84%, dan Yogyakarta sebesar 12,80%.Tentu ini merupakan sebuah pencapaian jika kita melihat angka kemiskinan provinsi yang ada disekitarnya dalam ruang lingkup pulau Jawa.
Sekilas seperti apa yang saya sampaikan sebelumnya ini merupakan sebuah prestasi, persis ketika atlit renang mendapatkan peringkat ke 1 dan membuat orang sekitar dan kerabatnya senang. Penilaian tersebut berbasis angka tentunya. Namun jika kita berbicara soal angka kemiskinan, akan ada banyak faktor lain yang mempengaruhinya.
Terus terang bagi saya ini bukan sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Karena faktanya kurva kemiskinan bertambah, pengangguran makin banyak, dan masih banyak bantuan sosial Prov. Banten yang belum tepat sasaran. Hal ini yang menjadi perhatian saya, lantas kita diskusikan dalam Garda in Action. Suatu forum kajian yang membahas isu-isu strategis seputar kedaerahan, nasional bahkan isu-isu internasional.
Ada 3 hal, yang kita dalami secara intens dalam kajian Gardact ini. Pertama adalah kurva angka kemiskinan Banten yang sebetulnya meningkat signifikan dalam kurun waktu setahun ini. BPS mencatat pada September tahun 2019 angka kemiskinan di Banten sebesar 4,94% kemudian naik hampir 1 poin ke 5,92% pada maret 2020. Tidak cukup disana, pada September 2020 angka kemiskinan di Provinsi Banten meningkat lagi sebesar 0,71 poin menjadi 6,63%.
Jika dihitung per satu tahun dari September 2019 ke September 2020 angka kemiskinan di Banten naik sekitar 1,69 poin yang berarti ada penambahan penduduk miskin di Banten sebesar 216.220 jiwa dalam satu tahun terakhir (2019-2020). Dan total penduduk miskin di Banten saat ini berdasar data BPS adalah 857.640 jiwa yang tersebar di wilayah perkotaan sebesar 540.150 jiwa dan di wilayah pedesaan sebesar 317.490 jiwa. Angka tersebut merupakan angka yang fantastis dan harus menjadi perhatian bersama bahwa sebenarnya masih banyak penduduk yang hidup dibawah GK (Garis Kemiskinan) yakni yang pendapatan per kapitanya dibawah Rp 515.110,- per kapita per bulan.
Kedua, angka pengangguran di Banten merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran terbanyak se-Jawa. Menurut Rizka Annisa dalam risetnya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Dan Kota Provinsi Banten” bahwasannya pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah kemiskinan yang ada di Kab/Kota Provinsi Banten.
Penelitiannya menggunakan metode kuantitatif dengan data panel dan program Eviews 8 sebagai alat pengolahan (Rizka dan Hady, 2017:310). Lagi-lagi berdasar BPS tingkat pengangguran provinsi Banten mengalami kenaikan yang signifikan sejak tahun 2019 sampai 2020 yakni sebesar 0,43 poin dari 7,58% menjadi 8,01%. Dan Banten menjadi provinsi peringkat pertama dengan tingkat pengangguran terbanyak se-Jawa bahkan se-Indonesia mengalahkan provinsi-provinsi lain.
Jika dikonversi ke angka maka jumlah pengangguran di Banten sebesar 489.200 jiwa, angka yang fantastis dan merupakan baying-bayang yang menakutkan jika hal ini tidak segera dicarikan solusi oleh Pemprov Banten. Sebab pengangguran ini adalah salahsatu penyumbang angka kemiskinan di Provinsi paling barat di pulau Jawa ini.
Ketiga, terkait bantuan sosial dari Provinsi yang masih tidak tepat sasaran. Sehingga hal ini menjadi masalah yang serius pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan di provinsi Banten.
Menurut Asep Rahmat Suwandha Koordinator Korsupgah KPK, bahwasannya penyaluran Bansos JPS di Provinsi Banten bermasalah. Hal ini disebabkan, aduan masalah penyaluran bantuan JPS yang dinilai tidak tepat sasaran.
Ada sebanyak 139 aduan yang terdiri dari 5 substansi dan 123 diantaranya berkenaan dengan aduan Bansos JPS Covid-19 (source : merdeka.com dan viva.co.id).
Bisa dilihat di lapangan, banyak warga yang seharusnya dapat bantuan, namun nyatanya tidak. Padahal jika dilihat dari sisi kategori warga tersebut sudah layak menerima bantuan.
Pendataan penerima bantuan menjadi hal yang krusial, terkadang masih banyak oknum pegawai pemerintahan yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hanya karena ada kedekatan secara kekeluargaan, maka diprioritaskan. Hal-hal seperti ini yang mesti menjadi perhatian bersama.
Dalam riset yang dilakukan Rah Adi Fahmi Ginanjar, dkk (2018) dengan judul “Analisis Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Banten” menyebutkan bahwa dari sejumlah varibel kunci yang diuraikan dalam sub variabel dan sejumlah indikator penanggulangan kemiskinan di Provinsi Banten, faktor-faktor yang menjadi kelemahan diantaranya adalah dalam variabel kunci potensi penanggulangan kemiskinan: Tingkat pengangguran yang tinggi; Rendahnya penciptaan lapangan kerja; Angka partisipasi sekolah; Tingkat pendidikan rata-rata.
Sedangkan jika dilihat dari variabel kunci dukungan infrastruktur : Akses jalan ke tempat tinggal; Kondisi Infrastruktur Transportasi; Kondisi sarana angkutan; Pemenuhuan energi listrik; Pemenuhan energi gas. Lagi-lagi tingkat pengangguran yang tinggi, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan menjadi fokus utama yang menjadi kelemahan dalam analisis SWOT riset tersebut.
Banyak problem-problem tentunya yang harus diselesaikan khususnya perihal angka kemiskinan yang ada di Banten. Dibanding kita harus terjebak euphoria bahwasannya hal itu merupakan sebuah prestasi, sehingga membuat pemerintah dan segenap elemen terkait leha-leha dan merasa jumawa. Lebih baik itu menjadi bahan evaluasi, bahwa sebetulnya provinsi kita tercinta makin hari makin terpuruk.
Karena sejatinya mendidik penguasa itu dengan perlawanan, sedang mendidik rakyat itu dengan organisasi. Garda Cendekia hadir salahsatunya atas problematika ini. Sehingga diharapkan mampu menjadi organisasi kepemudaan yang bukan hanya aktif di bidang sosial dan pendidikan namun juga menyasar pada arah political education. Yakni memberikan edukasi atau pendidikan pada masyarakat agar masyarakat mampu memahami informasi dengan utuh sesuai sumber-sumber informasi yang kredibel.
Selain itu ada beberapa aspek yang saat ini sedang dikembangkan oleh anak muda yang terhimpun dalam wadah Gerakan Muda Cendekia. Dalam rangka memberikan solusi dan aksi turun tangannya untuk membantu keresahan-keresahan warga khususnya pemuda di tahun yang serba sulit ini.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang konkrit bersifat swadaya yang bertujuan mengembangkan potensi entrepreneur anak muda dan memberdayakan mereka kearah yang produktif.
Salah satunya adalah produksi pisang sale basah dan aksesoris etnik berupa masker, gelang, tali masker, dan kerudung dibawah bimbingan Kementerian Ekonomi Kreatif Garda Cendekia. Produk ini merupakan hasil tangan anak muda, ditengah waktu senggang mereka di kala pandemic.
Tentunya kegiatan ini sangat bermanfaat, karena pengejawantahan dari program pemerintah pusat bahwasannya UMKM mesti dioptimalkan. Agar perputaran uang, berjalan lancar dan anak muda berpenghasilan. Sedikit besarnya, ini merupakan ikhtiar kami dalam rangka mengurangi pengangguran.
Terakhir, mari kita sama-sama peka dan berfikir akan kemajuan daerah tercinta. Mendidik masyarakat dengan ikhlas, memberikan apa yang kita bisa untuk kebermanfaatan hidup. Masih banyak problem-problem disekitar kita yang mesti kita tuntaskan.
Banyak lansia yang rumahnya sudah hampir rubuh, anak kecil yang putus pendidikan, pengangguran yang kian hari membludak, penggusuran sawah, perusahaan bertambah namun lapangan pekerjaan makin susah. Belum lagi anggaran bantuan bagi si miskin yang tidak tepat sasaran. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terjepit.
Tentu saja ini merupakan PR bersama kita selaku pemuda yang katanya sebagai agen of change untuk lebih meningkatkan social sensitivity kita terhadap hal-hal yang membuat masyarakat resah dan susah.
Hasil kajian Garda in Action per tanggal 28 Februari 2021 dengan topic pembahasan tentang “Banten Tempati Posisi 2 Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Terendah Se-Jawa, Pretasi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar