SERANG | Mulai dari perancangan sampai dengan disahkannya Omnibus Law melalui sidang paripurna DPR RI (5/10/2020), masih menuai banyak polemik dari masyarakat umum. Hal ini mengakibatkan lahirnya argumen kritis dari para pakar dan elemen masyarakat. Apalagi selama proses perancangannya, keterlibatan pakar ahli, akademisi, dan masyarakat yang akan terkena dampaknya masih dirasa kurang.
Dalam perancangan dan pembentukan undang-undang, lembaga legislatif harus memerhatikan kesejahteraan dan keinginan rakyat. Lalu meranjak dari pengesahan Omnibus Law, maka akan timbul pertanyaan, rakyat manakah yang diperhatikan kesejahteraan dan keinginannya.
Dalam penyusunan UU Cipta Kerja, pemerintah terkesan mengenyampingkan aspirasi publik, padahal dalam konstruksi negara hukum, keterbukaan menjadi hal yang penting. Pemenuhan azas keterbukaan, partisipasi masyarakat, serta sosialisasi yang luas mengenai substansi undang-undang sangat diperlukan.
BEM FT UNTIRTA menyelenggarakan diskusi panel melalui aplikasi Zoom untuk membahas seluruh problematika pada Omnibus Law yang hadir di tengah masyarakat dengan menghimpun berbagai macam perspektif. Melalui siaran di Youtube, BEM FT UNTIRTA berharap publik dapat memahami dampak baik dan buruk dari Omnibus Law dari berbagai macam perspektif.
Dalam diskusi yang dilakukan pada tanggal 28 oktober 2020 tepatnya pukul 13.00 tadi siang, BEM FT UNTIRTA turut mengundang beberapa tokoh seperti Dekan Fakultas Hukum UNTIRTA, mantan DPR RI, perwakilan dari buruh, dan sebagainya.
"Sudah bukan saatnya gerakan turun ke jalan, saya lebih merekomendasikan mengadakan kajian akademik yang levelnya lebih tinggi sehingga pelampiasan atas kekecewaan terhadap UU yang telah disahkan agar kita bisa berfikir secara objektif sehingga kesimpulan kita tidak prematur," tutur Agus Pramono selaku WD 3 pada sambutan acara.
*Dalam proses pembuatan RUU dilaksanakan pada masa periode DPR yang sedang memangku jabatan, ketika telah habis masa periode tersebut pembahasan tentang RUU yang akan dirancang berbeda lagi karena ditubuh DPR sendiri banyak orang dan pastinya banyak kepentingan," sambung Prilo Sukandiari selaku tenaga ahli fraksi VII DPR RI saat ditanya tentang proses pembuatan dan pengesahan RUU ini ketika masa pandemi seolah-olah pemerintah tidak pro dalam proses legislasi.
"Setiap UU yang akan dirancang terlebih dahulu dilihat dari latar belakang sosiologis, filosofis, dan yuridis. Indonesia membutuhkan semangat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa untuk mengatasi tumbuhnya bonus demografi karena yang ditakutkan adalah meledaknya penggangguran. Oleh karena itu diperlukan investasi-investasi agar dampak tadi bisa diatasi," saat Nusron Wahid ditanya mengenai baik atau tidak UU yang telah disahkan ini bagi Indonesia saat sekarang ini.
Pembicara terakhir Viery Rachmansyah Putra, mengatakan banyak hal di dalam Omnimbus Law memandang ekonomi adalah kunci utama bahkan memanjakan investor adalah jalan utama, contohnya adalah di klaster pendidikan yang dimana perizinan di sektor pendidikan harus melalui perizinan berusaha dan termasuk pula dalam Omnimbus Law terkait industi batu bara yang dimana dalam Undang - Undang Cipta Kerja memungkinkan adanya pemberian royalti 0% bagi pelaku usaha yang meningkatkan nilai tambah batubara (hilirisasi).
"Secara jelas mahasiswa dan masyarakat menolah omnimbus law karna tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat," tegasnya.
#Rls_Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar