SERANG (STC) - 13 Desember 2019 tiap tahunnya diperingati sebagai hari Nusantara sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 126 Tahun 2001. Dalam Keppres tersebut berisi penegasan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia belum bisa melihat bahwa potensi negara kepulauan dengan hamparan laut yang sangat luas bisa dipergunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi di laut, antara lain adalah kasus privatisasi laut yang peruntukkannya untuk kepentingan koorporasi dan pemodal yang sebetulnya bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2); "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Keadaan demikian ini menimbulkan sorotan dari aktivis Lingkungan dan pendamping nelayan provinsi Banten Bowo Haksa, menuturkan, kondisi Pengelolaan laut dan potensinya hari ini sudah sangat jauh dari proses pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan di laut.
Menurutnya, ini terjadi karena adanya privatisasi laut yang dilakukan koorporasi sehingga keadaan ekosistem laut rusak dan mengakibatkan hilangnya potensi laut sebagai akses pemenuhan kesejahteraan nelayan.
Bahkan lanjut Bowo, ditahun 2019 saja tercatat ada sekitar 70 sampai 80 titik pangkalan nelayan yang di gusur dan dijadikan lahan bangunan industri dari timur sampai barat Banten dan beberapa nelayan diintimidasi untuk menjauhi lahan-lahan melaut mereka.
"Jika kita memang benar-benar melihat potensi laut kita hari ini sebagai modal yang potensial untuk kesejahteraan masyarakat maka kenapa negara tidak menjadikan nelayan sebagai tumpuannya bukan malah menjadikan nelayan sebagai orang yang harus diasingkan atas dasar kepentingan koorporasi," ujar Aktivis Lingkungan dan Pendamping Nelayan tersebut.
(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar