Alvon Kurnia Palma, SH Kuasa Hukum MH |
SERANGTIMUR.CO.ID, SERANG | Menanggapi pemberitaan beberapa media online Nasional pada Jum'at (11/10/2019) lalu, Alvon Kurnia Palma, SH selaku penasehat hukum dari oknum terduga (MH) yang disebut sebagai mafia tanah oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional angkat bicara.
Alvon mengatakan bahwa, jika ditemukan atau diketahui adanya pemalsuan dokumen, itu kapan kejadian pemalsuannya dan yang mengatakan palsu itu siapa?. Itukan produk BPN dan harusnya yang menyatakan kepalsuan itu adalah lembaga Negara, misalnya Puslabfor.
"Jika klien saya dikatakan melakukan pemalsuan dokumen, itu kapan kejadiannya. Dan yang menyatakan palsu itu siapa?.., Harusnya yang menyatakan palsu itu Lembaga Negara, misalnya Puslabfor," terang Alvon, saat ditemui wartawan di Kantor Kejati Banten, Senin (04/11/2019).
Alvon menyayangkan kliennya (MH) di cap mafia tanah. Kalau dibilang mafia tanah, harusnya sudah ada keputusan hukum yang inkrah baru bisa dikatakan mafia tanah.
"Kalau dibilang mafia tanah, harusnya kan sudah ada keputusan pengadilan yang inkrah dulu, baru bisa dikatakan mafia tanah, nah ini klien saya belum apa-apa sudah dibilang sebagai mafia tanah. Artinya ini kan tidak mengacu pada sistem hukum asas praduga tak bersalah," tambah Alvon.
Alvon mengatakan ada kejanggalan dalam proses hukum kliennya.
"Saya melihat ada kejanggalan dalam proses hukum klien saya. Bahkan beberapa waktu yang lalu klien saya dibawa ke kantor Kementrian ATR Jakarta, dan saya tidak tahu klien saya dibawa oleh siapa dan dalam rangka apa," kata Apvon.
"Makanya saya minta klarifikasi kepada Kepolisian dan juga kepada BPN, dalam kapasitas apa dan sebagai apa. Apakah dalam proses penyidikan?, kalau masih dalam proses penyidikan, kenapa saya sebagai PH tidak diberitahu, lalu kalau terjadi apa-apa pada klien saya, siapa yang akan bertanggung jawab?" jelasnya.
Lanjut Alvon, menariknya, setelah klien saya dibawa ke Jakarta, muncul pemberitaan bahwa Kepolisian telah menangkap mafia tanah yang menghambat investasi senilai 50 Triliun di Cilegon, kemudian setelah itu ada pengumuman kabinet.
"Sampai saat ini bukti yang ada adalah overlaps kepemilikan tanah antara klien saya dengan PT. Krakatau Steel, bukan pasal 263 tentang pemalsuan dokumen," tutup Alvon.
(JB/Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar