JABAR, SerangTimur.Co.Id - Pemilu serentak 2019 yang mencakup Pilpres, Pileg DPR RI, DPRD propinsi, DPD dan DPRD Kabupaten/kota sangat menguras energi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan, maka masyarakat penting merefleksikan harmoni jangan karena beda pendapat di Pilpres, perbedaan berlanjut dibawa dalam kehidupan sehari-sehari.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh KH. Nuril Huda Suadi, yang merupakan salah satu deklarator Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dalam sebuah acara diskusi bertema "Mewujudkan Harmonisasi Antar Elemen Bangsa Pasca Pilpres 2019", yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) di Padepokan Saung Kalbu, Jln. Pandega Bekasi, Jawa Barat, Kamis (25/4/2019).
Menurut KH. Nuril Huda, Indonesia sudah sangat Islami, masyarakatnya sangat toleransi, jangan hanya karena pilihan berbeda saat Pilpres masyarakat kini menjadi terbelah dan terkotak - kotak,masyarakat jangan terpengaruh oleh mereka yang ingin memecah belah umat, karena mereka hanya mementingkan kepentingannya, meskipun banyak yang Islam namun tidak mengerti Al-Quran, hadist dan lainnya.
Lebih lanjut, KH Nuril Huda menyampaikan bahwa jaman sekarang banyak orang yang imannya sedikit, tapi bisa ceramah. Ia menegaskan Ustad itu tidak pernah mengharapkan materi, karena jika pedomanannya seperti itu maka mereka yang akan merusak Islam.
"Jokowi adalah satu-satunya orang yang menghargai santri dengan Peringatan Hari Santri. Santri sangat menghargai sesama umat Islam, karena memang di pondok diajarkan aqidah dan akhlak yang baik kepada sesama manusia. Ini adalah modal besar santri untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PB Al Washliyah, KH. Yusnar Yusuf mengatakan dalam paparannya di depan aktivis Islam dan masyarakat umum pada acara tersebut, bahwa perpecahan umat Islam karena Pilpres adalah kemunduran bangsa.
"Masyarakat yang bertikai tidak kenal capres, begitupun sebaliknya, sehingga yang terdampak hanya berkorban sia-sia. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Islam, harus mampu membangun harmonisasi. Al-Quran mengajarkan bahwa marahlah pada saat yang pantas untuk marah, dan perbanyaklah diam untuk kemudian memberikan manfaat dan hidayah untuk orang lain, termasuk pada keluarga," jelasnya.
Menurut KH. Yusnar Yusuf, di Indonesia ini, terutama menjelang Pilpres, banyak ustad yang mengesampingan fondasi ajaran agama Islam. Masyarakat bahkan seolah diajak untuk mengukur agama calon pemimpin, padahal ukuran agama dirinya sendiri tidak bisa dihitungnya.
"Perpecahan umat Islam saat ini terjadi di Indonesia karena pilihan politik. Ini sama terjadi pada masa Rasulullah SAW. Perpecahan umat ini tidak bisa dihindari, tapi bukan karena pilihan politik, namun karena pemahaman agama Islam. Oleh karena itu tolak ukur persatuan di Indonesia adalah seberapa besar masyarakat mengimplementasikan Pancasila," pungkasnya.
(Ri/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar